Dari Ruang Dengar RRCI #3; Tentang Jazz dan Kemerdekaan

Poster Ruang Dengar RRCI #3

Dalam usaha mencoba menerka bagaimana gambaran sebetulnya tentang hubungan yang rumit antara musisi dan musik, sangat sulit sebenarnya mencoba menemukan analogi yang paling tidak sedikit mendekati dengan kompleksitas semacam itu. Alih-alih menemukannya, aku malah membayangkan hal lain tentang bagaimana sebenarnya seorang dokter melihat tubuh manusia. Aku yang jika melihat darah apalagi organ dalam tubuh manusia dapat dipastikan mual dan lunglai ini, melihat dan merespon apa adanya tubuh manusia sebagai sosok jasmani yang utuh berikut persepsi personal; jemari yang lentik, kaki yang jenjang, hidung yang pesek.

Lalu bagaimana seorang personil medis dengan pengalaman tak terhitung di ruang bedah? Bisa jadi selain melihat manusia sebagai sosok manusia itu sendiri, sekaligus (mungkin) menyikapinya sebagai organ anatomis berikut fungsi dan kinerjanya, melihatnya sebagai bagian yang terdiri atas susunan sel, syaraf, kelenjar, otot dan sebagainya. Akan halnya aku yang lunglai ini, ketika melihat bagian-bagian yang tersingkap, aku mungkin saja menyerahkan diri bulat-bulat pada panggilan hormon testeron. Astagfirullah.

Tentang bagaimana pemusik menyikapi musik, agaknya caraku melihatnya tak begitu berbeda dengan hal diatas, aku mungkin menerima dan menikmati musik sebagai suguhan yang utuh, sementara pelaku musik (sekali lagi, mungkin) sekaligus akan mencermatinya sebagai unsur-unsur musik itu sendiri, teknis maupun teoritis. Hanya saja dalam hal ini aku berkesempatan hadir dalam sebuah pertunjukan musik yang dihadiri hampir kesemuanya adalah pelaku musik, maka tak lagi sekadar membayangkan, aku menyaksikan sendiri bagaimana interaksinya, meski terlalu dini jika diambil sebuah kesimpulan.

Sabtu lalu (26/08/17), jelang Dzuhur, aku menerima pesan berisi undangan menghadiri konser musik terbatas bertajuk Ruang Dengar RRCI #3 pada malam harinya di Taman Budaya Pekanbaru. RRCI sendiri adalah Riau Rhytm Chambers Indonesia yang jika boleh kukategorikan semampuku, adalah sebuah group musik ethno contemporer yang giat menggali dan memproduksi musik-musik berlatar kultur Melayu dari berbagai kurun periode berbeda. Acara Ruang Dengar RRCI yang semula dimaksudkan oleh RRCI sendiri sebagai media bagi kepentingan internal semata, seperti presentasi kepada pihak sponsorship dan promotor, kemudian menjadi media diskusi antar sesama pelaku musik di Riau khususnya.


Penampilan Minanga Pentagong dalam Ruang Dengar RRCI #3
Penampilan Minanga Pentagong dalam Ruang Dengar RRCI #3

Selain tentang acara ini secara keseluruhan, ada dua hal menarik yang patut dikupas, yaitu tentang jazz dan unsur bebunyian lokal serta tentang performer yang hadir malam itu, namun guna mempersingkat, aku hanya akan merangkum acara Ruang Dengar RRCI #3 ini dengan menggambarkannya secara umum saja.

Konser terbatas dengan konsep live studio dan sesi diskusi ini, saat itu mengetengahkan kelompok Minanga Pentagong; dengan konsep ethnic jazz yang berasal dari Padangpanjang yang dalam repertoarnya membawakan; Yogiswara, Impression of Batak dan Samba Lado. Hadir malam itu dalam formasi Nurkholis (komponis/ piano), Dewo (gangsa, gendang dan suling), Fikri (bass), Yos (guitar). Dalam tawaran gagasan tentang karya mereka yang dapat kutangkap, sang komponis menekankan bahwa kultur jazz membuka semua kemungkinan unsur bebunyian baru dari berbagai latar budaya dengan semangat kemerdekaan yang diusung jazz itu sendiri. Semoga di lain kesempatan dapat secara langsung mewawancarai mereka untuk ditulis dalam satu artikel lain.

Diskusi Disela Penampilan
Suasana diskusi di sela pertunjukan musik dalam Ruang Dengar RRCI #3


Acara yang berlangsung sangat menarik ini, adalah pengalaman baru bagiku dalam menikmati suguhan musik live, penyelenggara bahkan menyediakan chanel earmonitor bagi peserta yang hadir jika ingin mendengar lebih jelas dengan membawa earphone sendiri. Meski secara jujur dapat kukatakan suasananya sedikit kaku untuk sebuah suguhan jazz, mengingat lazimnya jazz justru selalu riuh oleh penonton saat dibawakan, bukan hanya di akhir. Kemudian suasana diskusi yang boleh dibilang serius, meski tetap menarik untuk disimak. Seperti yang kukatakan tadi di awal, jika aku menerima suguhan malam itu sebagai musik, kebanyakan yang hadir justru mungkin menyikapinya sebagai bahan telaah.

Berfoto Bersama Seusai Acara
Berfoto bersama penampil, penyelenggara dan undangan Ruang Dengar RRCI #3


Aku yang malam itu menerima suguhan yang ditawarkan umpama mendapatkan kesempatan berkenalan dengan seorang gadis dengan segala kemungkinan jatuh hati atau malah berpaling, maka para musisi ini seolah sebelum itu sudah menanamkan semacam peringatan dini di benaknya bahwa hubungan mereka nantinya akan rumit, entah itu friendzone atau hanya diangap kakak.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer